Sabtu, 09 Oktober 2010

MENGHARAP KONTRIBUSI DANA KHUSUS, PILKADA DI SITUBONDO JADI REBUTAN LADANG PARA PENGASUH LEMBAGA PENDIDIKAN PESANTREN

Munculnya pesta demokrasi di situbondo mengajak masyarakat para elit kyai dan pengusaha menjadi rebutan untuk menikmatin kucuran anggaran belanja daerah. Hal ini memicu para stockholder yang ada di kabupaten situbondo mencari peluang usaha untuk menikmatin anggaran belanja daerah di karenakan suksesi pilkada menjadi ajang peluang usaha yang menggiurkan di karenakan apabila timsesnya menang dalam merebut kursi kepala daerah akan mudah untuk menikmatin anggaran belanja daerah.
Proses permintaan tersebut terbukti beberapa permintaan yang di usungnya seperti belanja pegawai, dengan alasan untuk kebutuhan operasional birokrasi karena para pegawai yang bekerja di struktur pemerintahan kabupaten situbondo beralasan untuk mengurangi lambatnya peningkatan kualitas pelayanan pendidikan di daerah. Misalnya, belanja administrasi perkantoran, peningkatan sarana dan prasarana aparatur, dan peningkatan disiplin aparatur (umumnya dalam bentuk pengadaan pakaian/seragam).
Secara nominal, belanja administrasi perkantoran terbesar ditemukan di Kabupaten Situbondo. Daerah tertinggal itu mengalokasikan belanja administrasi perkantoran antara Rp 5-7 miliar pada 2007-2009. Padahal, dengan jumlah kecamatan yang lebih banyak, Kabupaten Pasuruan hanya mengalokasikan belanja sebesar Rp 500-700 juta. Belanja administrasi perkantoran Kabupaten Pasuruan merupakan yang terkecil di antara daerah-daerah lainnya.
Dengan gambaran seperti itu, pembangunan infrastruktur pendidikan dipastikan akan berjalan di tempat jika hanya mengandalkan pendanaan dari APBD. Karena itu, diakui atau tidak, pembangunan infrastruktur pendidikan tidak bisa dilepaskan dari kontribusi DAK (dana alokasi khusus) bidang pendidikan. Bahkan, boleh dibilang, dana alokasi khusus itu merupakan penyangga pembangunan infrastruktur pendidikan di daerah.
Merujuk data Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan RI, tujuh daerah penelitian LBS telah menerima alokasi DAK bidang pendidikan sebesar 477,16 miliar selama 2006-2009. Rinciannya, Kota Blitar Rp 36,79 miliar, Kota Surabaya Rp 20,75 miliar, Kabupaten Bojonegoro Rp 27,38 miliar, Kabupaten Bondowoso Rp 43,96 miliar, Kabupaten Malang Rp 150,21 miliar, Kabupaten Pasuruan Rp 129,12 miliar, dan Kabupaten Situbondo Rp 68,93 miliar.
Ironisnya, alokasi DAK ternyata rawan penyimpangan di lapangan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat tiga kelemahaan terkait dengan pelaksanaan teknis DAK. Pertama, ketidaksesuaian alokasi dana. Kedua, penyimpangan pemanfaatan dana. Misalnya, pembayaran jasa konsultan dan izin mendirikan bangunan (IMB). Adapun kelemahan ketiga adalah sulitnya monitoring dan pengawasan
Anggaran sebesar tersebut di sayangkan oleh masyarakat situbondo yang tidak mampu untuk mengaksesnya sehingga di daerah kabupaten situbondo rawan akan tindakan korupsi. Dari dana yang menggiuran tersebutlah banyak para elit kyai merebutkan termasuk para pengasuh pondok pesantren yang terkenal ikut campur dalam suksesi pilkada sampai-samapai mengalahi Parpol besar  seperti Democrat ,Golkar,dan PDIP, di kalahkan oleh partai kecil yaitu PKNU yang di jadikan alat kendaraan politiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar