Bumi terus berputar pada porosnya. Detik berkumpul
menjadi menit. Menit berkumpul menjadi jam. Jam
berkumpul menjadi hari. Minggu berkumpul menjadi bulan.
Begitulah siklus perputaran Dunia
Tetes-tetes embun jatuh menimbulkan suara serempak. Dalam kerimbunan dedaunan yang sedang dipagelarkan harmoni alam. Mungkin itulah gambaran susana di pagi hari yang indah, Pucuk-pucuk nyiur dan rumpun bambu, menerima kehangatan pertama di pagi hari. dengan Pancaran sinar cahaya matahari membuatku bersinergi dalam melanjutkan kehidupan. yang setiap kali membangunkan aku dalam senyuman penuh ke bahagiaan dengan menyingkap indahnya kabut yang menyelimuti langit.
Adalah matera; susunan kata-kata yang menyalurkan sugesti, dan kekuatan alam melalui jalur nonfisika, bebas dari hukum-hukum tentang energi, maupun mekanika yang biasa. Kekuatan itu tak terelakkan kecuali oleh kekuatan lain yang segaris namun berlawanan arah. Yang selalau membangkitkan aku dalam mengejar mimipi-mimpiku
<span>Mataku mencoba untuk memandang ke luar jendela. Terasa lautan terhampar di depan mata. "Ombak seolah menari-nari riang." Sinar matahari memantul-mantul keperakan. Lalu aku pejamkan mata seraya meneguhkan hati, meyakinkan kalau aku harus kuat. Meskipun aku merasa tidak memiliki siapa- siapa lagi. Bagi seorang lelaki cukuplah keteguhan hati menjadi teman dan penenteram jiwa. Dalam pengembaraanku, senantiasa kurubah mimpiku untuk mengubah takdir, dan nasib. Yang Kemudian aku teringat dengan kata bijak bahwasanya
"Mencintai dengan timbangan fithrah dan bashirah adalah sebuah
cinta yang suci dengan mata hati, sebuah Fithrah ke sucian dan
bashirah adalah sebuah timbangan antara takdir dan impian."
Jikalau engkau mencintai wanita bukan karena tertipu oleh kecantikan
paras wajahnya dan keelokan bentuk tubuhnya.
Bukan karena tersihir oleh matanya yang berkilat-kilat indah seperti bintang kejora.
Bukan pula terpikat karena bibirnya yang ranum segar seperti mawar merekah.
Juga bukan karena keindahan suaranya yang susah dilupakan.
Bukan karena hartanya yang melimpah ruah, Bukan pula karena kehormatannya,
yang engkau akan jadi ikut terhormat karena menikahinya.
Jika bukan karena itu semua kau mencintainya. Tapi engkau mencintai dengan
memakai timbangan fitrahmu, dan mata batinmu. Engkau mencintai dia, karena merasakan kesucian jiwanya, dan agamanya. agar selalu mata batinmu condong karena kecantikan akhlak dan wataknya
"Berpegang teguhlah bahwasanya Hatimu terpikat karena
harumnya kalimat-kalimat yang keluar dari lidahnya
Saat itu kau telah mencintai lawan jenis dengan benar.
Bukanlah racun yang harus kamu telan, karena paras wajah dan silat lidah yang memukau hingga engkau terpana, dan jatuh pada godaan syetan.
Aku memang mengenal dia, namun tak cukup lama separuh usiaku, aku persembahkan untuk dia. namun begitu banyak pelajaran yang aku terima dari dia, yang telah membuatku mengerti akan hidup ini, mungkin saja aku dan dia terlahir bagai semar kertas putih yang melukiskan tinta pesan damai dalam wujud ke imanan ku kepadanya.
<span>Segala kebaikan takkan mudah terhapus oleh kepahaitan, kulapangkan resah jiwa ini, karena aku percaya akan berujung indah. Lalu aku larut luluh dalam keheningan hatimu, jatuh bersama derasnya tetes air mata. engkau benamkan wajahmu yang berteduhkan duka, melakukan kepedihan di dalam jiwaku, yang tidak pernah terpikirkan olehmu. namun sebenarnya kutak ingin berada dalam kekangan dan aku mengerti apa yang mungkin akan terjadi selanjutnya. </span>
<span>Hamaparan langit maha sempurna, bertahta bintang-bintang angkasa. namun satu bintang yang berpijar, teruntai turun menyapaku. senantiasa tutur kata terucab pada damai yang aku rasakan, kemudian bila sinarnya menyentuhku terhapuslah rasa rindu ini. dan Alam Jagat raya pun semua tersenyum, menunduk dan memuja hadiranya. terpukau aku menatap wajahnya, aku merasa mengenal dia, tapi entah ada di mana. hanya hatiku yang mampu menjawabnya, usai sudah harapan itu dalam setiap tidurku. </span>
Dengan keterbatasan aku, kini engkau membuat jarak, layaknya api dan air yang tidak pernah menyatu dalam zat metabolismenya. hingga diantara salah satu harus mengalah menelan pahit, dari rasa besarnya kekuatan yang di miliki zat tersebut. Begitu juga aku dan dia, jarak yang di bingkainya membuatku menjadi barabas yang terjebak di katakomba paras wajahnya. Namun aku tak pernah ragu pada sebuah makna, yang tidak pernah terungkap dan tersingkap. dalam tabir penglihatanku, bersabar dan tabah itu yang harus kujalanin. untuk merayu muara, memeta siul ombak yang berangkat melayari sejarah lengang di lembah do'amu. sebab kutahu diginya batu selalu kekal menjadi muaranya nafas sungai. Demikian kukembari laut bersama ringis pinus di hutan, yang jauh meminang tuah di tanganmu. Kepakan aromamu membuatku menimbang kamboja di halaman gubukku, yang meretakkan cinta memekarkan pada luka pada batang kering, sembari berjatuhnya guguran bunga-bunga kehangatan cinta.</span>
<span>Kusembah engkau setabah lembah, hingga lunas kuselami jiwa yang kering. Hingga Setiap perkataan yang menjatuhkan, tak lagi kudengar. juga tutur kata yang mencela tak lagi kucerna dalam jiwaku. Aku bukanlah seorang yang mengerti tentang kehilain membaca hati, Aku hanya pemimpi kecil yang ber-angan untuk merubah nasibanya. di setiap mimpi, aku ber-angan setelah melihat bintang yang senyum menghiasi sang malam, berkilau bagai permata, ia datang menghibur bagi orang-orang yang lelah jiwanya dalam tabir kesedihan. Kugerakkan langakah kaki ini dimana cinta akan bertumbuh, kulayangkan jauh mata memandang untuk menlanjutkan mimipi yang terputus. Namun masih kucoba mengejar rinduku meski peluh membashi tanah, lelah penat tak pernah menghalangiku menemukan kebahagiaan itu.
<span>Berulang kukatakan rasa ini, untuk di mengerti olehnya. agar tidak terlambat untuk menumbuhkan hati yang sudah rapuh. Dipangkuan hati ini ada titian hidupku yang tak pernah aku lihat, namun ada sesuatu di dalam jiwamu yang membahagiakan diriku, sungguh aku tak menyadari dan tidak mengerti. apakah cinta yang membahagiakanmu, sesutau yang tak pernah engkau katakan. Selama hidup sepanjang usiaku, tak sekalipun pernah aku menyentuh wujudnya, aku pun mencoba mengerti sedikit tentang perasaan itu, yang sekian lama tidak pernah terkaburkan oleh pilunya ke pedihan, mungkin aku salah mengartiin itu semua.</span>
Ketika teka teki itu datang di penghujung malam, lalu aku bertanya Apakah cinta yang membahagiakanmu. sesuatu yang ingin ku pertanyakan.? Bukankah hidup tidak harus berhenti, tak harus kencar berlari, kuhelakan nafas panjang untuk siap berlari kembali, melangkahkan kaki menuju cahayamu, yang bagaikan bintang besinar di lembah telaga biru, tempatnya orang-orang yang berzikir pada ke agungan cintanya. Dunia ini akan menjadi sangat indah jika kita menikmatinya dengan senyuman, bukan dengan muram durja serta kesedihan yang berlarut-larut. Itulah pepatah para orang bijak bicarakan
Setiap kali kutemui dia, Selalu kucium semerbak wanginya. dan Setiap kali aku merasa tertekan, dari amarah atau sedih, saat itu pula berubah menjadi ke tenangan Kutanamkan dia dalam mutiara, hingga tiba saatnya ia dapat menyinari tanpa mentari yang berjalan di malam hari tanpa rembulan, Karena kedua matanya ibarat sihir dan keningnya laksana pedang buatan India. sekejap aku sadar semua itu Milik Allah setiap bulu mata, leher dan kulit yang indah mempesona. seketika itu pula aku selalu melihat ke arah bawah dan hanya melihat tanah hitam di depan penjara. kemudian tercucurlah semua tetes air mata betapa megahnya ciptaan sang maha agung.
<span>Haruskah aku ber-tawassul untuk mengadu, tentang jiwa yang terbelah ini. karena cinta aku terlelap, karena cinta aku terbuai, karena cinta aku terpana, dan karena cinta semua manusia bisa meraih mimpinya. Tiada hentinya aku memuja Pada semua ke indahan yang di milikinya. Oh. jiwaku mengapa engkau bawa aku melintasi tempat yang tinggi Oh. tubuhku mengapa engkau kini masih membisu, fakum untuk bicara kepadaku. setelah engkau tumbuhkan wajahnya dalam alam ragaku, yang menyatu dalam isi jiwaku. Oh..jiwaku luruskanlah hatiku kalau seandainya nanti harus kutumpuh bayangan langit hitam yang terbentang luas di alam jagat raya ini.
<span>Seluruh hati telah kudatangi hanya hatimu yang kupilih, seluruh cinta telah kuselami, hanya cintamu yang kucari, hingga bumi tak lagi bermentari. tidak ada kasih yang sepertimu, sungguh aku tak bisa berpaling untuk menjahu darimu dan Izinkan aku menjadikanmu sinar dalam hatiku. karena hangat senyummu selalu menggetarkan jantungku izinkan aku mengarungimu, tanpa harus kujelaskan, karena cantik dirimu adalah surga di mataku. yang bisa menyanding hatiku di dekatmu, Aku mencintaimu setulus hatiku, yang mampu menyayangimu dengan sepenuh jiwaku, aku mengasihimu sepanjang usiaku lebih dari apapun, meski tak seindah yang engkau mau, dan tak sempurna cinta yang smestinya, engkau begitu erat dan lekat di dalam persaanku hingga aku tidak mampu menepiskan.
Resah jiwaku menanti dirimu, mendengar semua yang telah aku lewati, saat engkau masih ada disisi mataku, seakan ada dirimu untuk mendekap pada renungan mimpiku, karena aku tahu dalam hangatnya dirimu ada sepercik harapan. agar aku bisa hidup kembali. lambat sang waktu berganti endapkan laraku disini, mencoba untuk melupakan bayangan dirimu, yang selalu saja memaksa aku untuk merindumu. namun sekian lama aku mencoba menepikan diriku diredupnya hatimu. Tetapi hanya sebuah keletihan yang kurasakan untuk menahan perih yang aku alami, walaupun aku tahu hati ini masih mendambamu. dan Lihatlah aku di sini walaupun sekejap dari kedipan matamu, di sini aku melawan getirnya takdirku sendiri, tanpamu aku lemah dan tiada berarti. </span>
<span>Lalu Siapakah yang berhak menjadi tempat mengadu orang-orang yang dilanda kegelisahan, kesempitan, kesulitan dan kesedihan? Kepada siapakah aku harus memohon pertolongan? kemudian Siapakah yang layak menjadi tempat bergantung, memohon, meminta dan meratap semua makhluk? dan Siapakah yang berhak menjadi gantungan hati yang selalu diucapkan oleh lidah manusia?</span>
Hanya senyummu yang mampu mengobati beban luka di hati ini. Saat aku berjumpa dia di alam mimipi, terlintas aku menghayal sembari berkata kepadanya </span><span>Maka tersenyumlah saat engkau mengingatku, karena saat itu aku sangat merindukanmu, dan menagislah saat engkau merindukanku, karena saat itu aku memujamu, lalu pejamkanlah mata indahmu itu. karena saat itu aku akan terasa ada di dekatmu, karena aku telah berada di hatimu untuk selamanya. tak ada yang tersisa lagi untuku selaian kenangan-kenangan yang indah ketika aku memandangmu. mata indah yang ada di paras wajahmu membuatku melihat keindahan cinta di hatimu. mata indah yang dahulu adalah milikku kini semuanya terasa jauh meninggalkanku. Kehidupan terasa kosong tanpa keindahanmu, hati, cinta, dan rinduku adalah milikmu, cintaku tak kan pernah membebaskanku dari ke indahanmu. bagaiman mungkin aku terbang menjadi cinta yang lain, saat sayap-sayapku telah patah karenamu, cintaku kepadamu, akan tetap kekal hingga ahkihir hayatku, dan setelah kematian. hingga tangan tuhan akan menyatukan cintamu kepadaku. betapapun hati telah terpikat pada sosok terang dalam kegelapan yang tengah menghidupkan sinar redupku.
Namun tak dapat menyinari, dan menghangatkan perasaanku yang sesungguhnya. Aku tidak pernah bisa menemukan cinta yang lain selain cintamu karena meraka tak taktertandingi oleh sosok dirimu, dalam jiwaku, kau takkan pernah terganti bagai pecahan logam, mengekalkan kesunyian, kesendirian. dan kesediahanku. kini aku telah kehilanganmu. </span>
Hanya sebuah berkas harapan sinar cahayamu, bagai bintang kejora. yang selalu menghidupkanku lalu mematikanku. cahayamu begitu terang, lurus seperti kristal fatamorgana di pagi hari. Lingkaran cahaya itu begitu terang membuatku, untuk selalu bergerak menyingkap tabir dalam ke sunyian suara hatimu. Peralihan dari alam tidur ke alam jaga berlangsung, sementara kelopak mata belum terbuka. Bola mata bergulir-gulir di dalam pelupuku. Kesadaran telah merayapiku, kesadaran bahwa lintasan hidupku sedang memasuki batas waktu di mana aku terasa larut yang menyatu dengan sari pati dari kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar